-Medan-
Dugaan korupsi dana bantuan sosial di Biro Bina Sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp215 miliar terus didalami penyidik korupsi dari kejaksaan. Dua penyidik kejaksaan melakukan penggeledahan ke Biro Binsos Provsu di Lantai III, Kantor Gubsu, Medan, tadi siang.
Menurut sumber Waspada Online di lingkungan Pemprovsu, kedatangan dua oknum kejaksaan ke Biro Binsos untuk mencari data pendukung untuk memperkuat data penyidikan kasus kebocoran dana bantuan sosial. Setelah memperoleh data yang dibutuhkan, disebut penyidik kejaksaan kemudian menjumpai Kepala Biro Binsos, Hasbullah Lubis dan kemudian keluar meninggalkan Kantor Gubernur dengan terburu-buru.
“Kedua jaksa datang dengan pakain setengah dinas. Mereka memakai baju berwarnah putih dan celana coklat,” ucap sumber seraya mengatakan kedua jaksa sempat juga bertemu dengan Kepala Biro Bansos.
Salah satu jaksa yang menggeledah ruang Binsos, Iwan Ginting yang ditemui selepas keluar dari ruangan Biro Binsos terlihat menghindar dari kejaran wartawan. Ketika ditanya tujuan kedatangannya, Iwan dan rekannya hanya senyum-senyum manis sambil berlalu menuju mobil yang terparkir di halaman Kantor Gubsu.
Kepala Biro Binsos, Hasbullah Lubis ketika dicoba dikonfirmasi melalui hubungan telepon seluler tidak mengangkat. Didatangi ke ruangannya tidak dapat ditemui. “Maaf bapak lagi sibuk,” ujar staf Hasbullah.
Sementara itu, Kepala Humas Kejati Sumut, Edi Irsan Tarigan kepada Waspada Online, malam ini membantah adanya agenda kerja Kejatisu untuk memeriksa kantor Biro Binsos Pemprovsu. Edi Irsan juga membantah ketika nama Iwan Ginting yang disebut sebagai jaksa yang melakukan penggeladahan sebagai jaksa di Kejatisu, namun jaksa di Kejari Medan.
“Tidak ada agenda ke Biro Binsos hari ini, coba tanya ke Kejari Medan. Yang bernama Iwan Ginting tersebut adalah jaksa di Kejari Medan,” ungkapnya Edi Irsan.
Sementara itu, Kepala Kejari Medan, Raja Novrizal, kepada Waspada Online menyebutkan kalau nama Iwan Ginting yang datang ke Biro Binsos itu adalah petugas intel Kejari Medan. ”Kalau intel yang datang itu biasa karena mungkin sedang mengumpulkan bahan dan keterangan (Pulbaket). Coba nanti saya cek lagi,” ungkap Kajari Medan sebari menyebutkan kalau dugaan korupsi di Pemprovsu itu adalah wewenang KPK.
Adapun kasus dugaan korupsi dana Bansos Tahun 2009 di Biro Binsos Pemprov Sumut itu terungkap melalui hasil audit BPK-RI Perwakilan Sumut tahun 2010 menyangkut Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Sumut 2009. Dalam laporan disebutkan, dari belanja Bansos senilai Rp215.176.817.867, ditemukan senilai Rp10.789.032.500 yang tidak dapat diyakini kewajarannya.
Dana -dana tersebut berupa:
1. Bantuan Sosial sebesar Rp140.142.500 belum dipertanggungjawabkan
2. Pemberian bantuan sosial minimal sebesar Rp10.789.032.500 tidak diyakini kewajarannya karena indikasi pemberian paket bantuan yang tidak sesuai kewenangan sebesar Rp4.035.532.500 tidak terkendali dan berpotensi disalahgunakan.
3. Pemberian bantuan sosial yang terindikasi disalahgunakan sebesar Rp2.558.500.000 terdiri dari pemberian bantuan sosial lebih dari satu kali untuk yayasan yang sama sebesar Rp690.000.000
4. Pencairan bantuan sosial dengan alamat tidak jelas sebesar Rp800.000.000
5. Penggunaan dokumen yang terindikasi tidak sah untuk kelengkapan persyarakatan pencairan bantuan sosial sebesar Rp750.000.000
6. Terdapat potongan atas pencairan dana bantuan sosial yang terindikasi sebagai penyimpangan mekanisme tata cara pencairan dana Bansos sebesar Rp38.500.000
7. Bantuan sosial yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi pengurus yayasan sebesar Rp280.000.000
8. Pemberian bantuan sosial lebih dari satu kali untuk yayasan yang sama sebesar Rp2.325.000.000
9. Pencairan bantuan sosial dengan alamat tidak jelas sebesar Rp1.200.000.000
10. Penggunaan dokumen yang terindikasi tidak sah untuk kelengkapan persyaratan pencairan bantuan sosial sebesar Rp550.000.000
11. Bantuan sosial yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi pengurus yayasan sebesar Rp120.000.000
Sisa dana hibah kepada KONI Sumut Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp8.789.611.335 (Rp16.000.000-Rp7.210.380.665) tidak disetorkan ke kas daerah. Dan Rp805.676.407 tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Sumber : Harian Waspada, Senin 23 Mei 2011