-Medan-
Anggota DPRD Sumut ramai-ramai mengembalikan uang reses tahun 2010 ke kas daerah melalui Kejatisu. Pengembalian itu dilakukan setelah BPK RI perwakilan Sumut dalam auditnya menemukan penyimpangan. Informasi yang dihimpun wartawan Sumut Pos dalam beberapa hari terakhir, Kejatisu pada 17 Juli 2010 telah menyurati seluruh anggota DPRD Sumut agar mengembalikan dana reses 2010 sebesar Rp30 juta-Rp40 juta per orang, total seluruhnya sebesar Rp4 miliar. Dana tersebut jadi temuan BPK RI karena tidak digunakan untuk reses, namun uang diambil.
Informasi ini ditutupi oleh kalangan anggota dewan, bahkan Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun mengatakan, tidak ada permintaan pengembalian uang reses oleh Kejatisu. Dia juga mengaku tidak mengetahui ada penyimpangan dana reses.
Sementara itu, beberapa anggota dewan lainnya juga mengaku hal yang sama. Kebenaran tentang informasi ini diketahui setelah anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDIP, Brilian Mocktar buka-bukaan. Dengan gamblang dia mengakui hal itu. “Sebagian anggota dewan sudah memulangkan uang tersebut. Karena tertanggal 30 Juli 2011 besok (hari ini, Red) uang tersebut sudah harus dikembalikan semua. Jadi, sebenarnya sudah selesai,” terangnya, Jumat (29/7). Brilian tidak menjelaskan apakah dia telah memulangkan uang tersebut atau belum.
Lebih lanjut anggota dewan yang terkenal vokal ini menjelaskan, ini merupakan indikasi saja. “Seharusnya BPK bisa lebih memperdalam masalah ini. Ini hanya kesalahan mekanisme,” ujarnya lagi. Sementara itu, Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun menerangkan, dirinya sama sekali tak mengetahui tentang hal itu. “Saya tidak tahu ada surat yang dilayangkan ke para anggota DPRD Sumut. Saya juga tidak ada menerima pemberitahuan dari Kejatisu tentang hal ini. Dan para anggota juga tidak ada yang memberikan laporan,” terang politisi Partai Demokrat itu.
Di tempat terpisah, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Amsal menerangkan, mengenai hal ini ia belum mengetahui apa-apa, pasalnya ia belum ke kantor sejak pulang dari melakukan kunjungan kerja ke luar kota. Namun menurutnya, hal ini disebabkan masalah administratif penggunaan dana reses tersebut. “Kegiatan reses ini kan dikelola sekretariat. Sedangkan anggota sendiri hanya tinggal datang, duduk dan menerima keluhan-keluhan hingga menawarkan solusi di dapilnya. Nah, ada kemungkinan pertanggungjawaban yang dibuat sekretariat tak sesuai dengan yang diminta,” ujar Amsal.
Menurut Amsal lagi, sebelum-sebelumnya dana reses ini dikelola langsung oleh anggota DPRD Sumut. Namun, saat ini semuanya dikelola oleh pihak sekretariat. “Dana tersebut bisa saja tak habis karena hanya sebagian yang digunakan.
Nah, ini juga berpotensi menyebabkan kesalahan administratif tadi. Karena dengan anggota DPRD Sumut yang berjumlah 100 orang itu, tentunya tak akan bisa terlayani seluruhnya dengan maksimal. Sementara kegiatan reses ini hanya diberikan waktu lima hari kerja dalam seminggu dan hanya dilakukan tiga kali setahun,” terangnya.
Dengan adanya permasalahan ini, secara pribadi Amsal merasa dijebak. “Karena penggunaan dana reses ini terlalu kaku. Dan hanya sekretariat yang bisa mengelolanya. Namun, jika memang pihak Kejatisu meminta dana tersebut dikembalikan, kita siap. Namun, sejauh dana yang bisa kita pertanggungjawabkan tentunya kita akan mengembalikan selisihnya,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan, hal ini sangat memperlihatkan dan mengindikasikan begitu bobroknya sistem adminstrasi di Indonesia.
Sementara itu, anggota DPRD Sumut Komisi A, Isma Fadly Ardya Pulungan menuturkan, dana reses dengan jumlah yang sangat minim tersebut harus diselesaikan dalam dua tahap. “Dana reses yang saya terima berjumlah Rp30 juta, berarti sekali melakukan kunjungan ke konstituen di dapil hanya Rp15 juta.
Mau berbuat apa dengan uang yang sangat minim tersebut. Nggak mungkin kita hanya sekadar melakukan kunjungan, tentunya kita harus melakukan program sosial kemasyarakatan. Dan dengan jumlah dana reses yang sebegitu kecilnya tentunya tak akan bisa berbuat apa-apa,” tegasnya.
Harusnya, jika Kejatisu memang ingin mengkritisi penggunaan dana reses tersebut, pihak Kejatisu harus melakukan survei di berbagai dapil para anggota DPRD Sumut. “Lihat, di dapil mana saja dan siapa anggota DPRD Sumut-nya yang bisa membuktikan mereka memang melakukan reses dengan membantu masyarakat di sana. Itu baru bagus,” kata Isma lagi.
Bukan sombong, sambung Isma, ia mengaku walau tak ada dana reses tersebut ia tetap melakukan kunjungan sekaligus pantauan ke dapilnya. “Dapil saya di Labuhan Batu Induk, Labusel dan Labura. Boleh tanya di sana, apa saya jarang melakukan kunjungan ke sana.
Karena walau tak ada dana reses memang sudah kewajiban seorang anggota DPRD Sumut mendatangi masyarakat yang mendukungnya pada pemilihan dulu. Tentunya untuk menampung aspirasi dan keluhan-keluhan masyarakat di sana. Dan akan lebih baik lagi jika kita mampu kita bisa melakukan program-program bantuan kepada mereka,” jelasnya.
Isma berharap, pemerintah bisa menambahkan anggaran dana reses tersebut. Dengan begitu, menurutnya kebutuhan masyarakat akan ditampungnya aspirasi dan keluhan mereka bisa lebih maksimal dilakukan.
Sementara itu, anggota DPRD Sumut Komisi B Guntur Manurung mengaku terkejut, mengenai hal ini. “Saya belum mendapatkan surat itu,” jelasnya. Namun, ia juga mengatakan, dana reses ini sifatnya harus dipergunakan, jadi jika pihak Kejatisu meminta mengembalikan dana tersebut, tentunya sisa dari penggunaan saja. “Jika kita memiliki pertanggungjawaban terhadap dana yang kita gunakan, tentunya itu bukan satu masalah. Ya, kita tinggal mengembalikan dana yang belum terpakai saja,” kata Guntur.
Sementara itu, sumber di Kejatisu menyebutkan, permintaan mengembalikan uang rakyat itu adalah hal yang wajar. Itu dilakukan setelah BPK menemukan adanya dugaan penyimpangan. “Meski kesalahan administratif, uang negara harus dikembalikan.
Sudah sebagian besar mengembalikan uang tersebut, kalau tidak dipulangkan bisa masuk ranah pidana,” ujar sumber tersebut. Kasi Penkum Kejatisu, Edi Irsan Tarigan yang dikonfirmasi mengaku tidak tahu, karena sebagian besar pejabat Kejatisu sedang berada di Jakarta. “Nanti saya cek,” katanya.
Sumber : Sumut Pos, Sabtu 30 Juli 2011