Dana Reses DPRD Dimainkan dengan Kuitansi Fiktif
-Jakarta-
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo membeberkan hasil pemeriksaan semester I Tahun 2011 di Jakarta, Selasa (4/10). Hasilnya, BPK menemukan 11.340 kasus atau senilai Rp26,69 triliun. Khusus untuk Pemprov Sumut, hasil pemeriksaan terhadap belanja daerah tahun anggaran 2009 dan 2010, ditemukan ketidakjelasan penggunaan dana yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
“Dari total temuan pemeriksaan BPK tersebut, sebanyak 3.463 kasus senilai Rp7,71 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan,” kata Hadi Poernomo.
Di dokumen hasil pemeriksaan dipaparkan, beberapa temuan di Pemprov Sumut adalah, pertama, dokumen pertanggungjawaban belanja penunjang kegiatan reses
DPRD Provinsi Sumut TA 2010 diragukankebenarannya sebesar Rp4.297.364.500,00 dan berindikasi merugikan
keuangan daerah minimal Rp913, 36 juta.
Kedua, realisasi anggaran penataan ruang kerja Anggota DPRD Rp1, 04 miliar memboroskan keuangan daerah dan terdapat kekurangan fisik pekerjaan Rp38,7 juta.
Ketiga, beberapa pekerjaan di Sekretariat DPRD dilaksanakan melanggar ketentuan dan berindikasi merugikan keuangan daerah Rp101,3 juta. Empat, penyelesaian pekerjaan pada Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Kesehatan dan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air melampui
jangka waktu kontrak dan belum dikenakan denda keterlambatan minimal Rp323,37 juta.
Lima, pembayaran tak sesuai fisik pekerjaan Rp181,15 juta pada paket pekerjaan di Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Daerah. Enam, terdapat dua kontrak atas pekerjaan yang sama pada pekerjaan pembangunan Mess Mahasiswa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di Yogyakarta Tahun 2008 dan kelebihan pembayaran yang berindikasi merugikan daerah Rp918,512 juta.
Tujuh, beberapa kegiatan pada Biro Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah berindikasi merugikan Keuangan Daerah Rp322,38 juta. Delapan, biaya pengadaan alat-alat kesehatan pada Dinas Kesehatan melebihi harga pasar Rp385,737 juta.
Sembilan, terdapat kekurangan fisik Rp570 juta, pemborosan Rp61,689 juta, serta jaminan pelaksanaan senilai Rp132,18 juta yang belum dicairkan. Ke10, terjadi rekayasa pembuatan Berita Acara penyelesaian pekerjaan pada kontrak peningkatan jalan penghubung/poros di PTA Rawa Kolang SP
3 kabupaten Tapanuli Tengah dan indikasi kelebihan pembayaran Rp46,974 juta.
Sebelas, pekerjaan pembukaan dan pembangunan jalan poros Permukiman Transmigrasi Baru di Muara Opu Kabupaten Tapanuli Selatan pada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja berindikasi merugikan daerah Rp384,714 juta.
Dalam rincian laporan BPK dijelaskan, terkait dana reses DPRD, berdasarkan dokumen DPA Sekretariat DPRD diketahui antara lain terdapat kegiatan reses Pimpinan/Anggota DPRD sebesar Rp9.504.000.000,00, dengan realisasi sampai dengan 29 November 2010 sebesar Rp8.323.013.250,00 atau 87,57%.
Kegiatan reses Pimpinan/Anggota DPRD tersebut dilaksanakan sebanyak tiga kali yaitu pada bulan Mei, Agustus, dan November 2010, dengan wilayah yang terdiri dari sepuluh Daerah Pemilihan (Dapem) dan masing-masing Dapem terdiri dari 4 hingga 21 anggota Anggota Dewan. Setiap pelaksanaan kegiatan reses pimpinan/anggota DPRD masing-masing mendapatkan dana untuk pelaksanaan kegiatan reses antara Rp20 juta hingga Rp35 juta.
Wilayah Sumut terdiri dari 10 dapem. Dari hasil pemeriksaan atas bukti-bukti pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan reses pada Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD diketahui bahwa dana kegiatan reses tersebut direalisasikan untuk belanja perjalanan dinas dalam daerah, belanja sewa tenda, belanja sewa meja kursi, belanja sewa sound system dan belanja makan minum dengan rincian sebagai berikut.
Di laporan BPK dijelaskan, berdasarkan konfirmasi lisan dan tertulis kepada beberapa staf tim reses diketahui bahwa staf tim reses bertugas menyusun administrasi pertanggungjawaban penggunaan dana reses, dan kemudian menyerahkannya kepada Bagian Keuangan Sekretariat DPRD. Sedangkan dana reses langsung diserahkan secara tunai kepada anggota DPRD. Pencairan dana reses dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama berupa panjar, sedang pada tahap kedua, sisa dana akan diserahkan kepada tiap anggota DPRD setelah SPJ dinyatakan lengkap dan diserahkan ke Bagian Keuangan Sekretariat DPRD.
Dalam setiap pelaksanaan kegiatan reses, tiap anggota DPRD diharuskan membuat laporan kegiatan pelaksanaan reses. Laporan tersebut dapat dibuat oleh perorangan maupun kelompok sesuai dengan daerah pemilihan. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan kegiatan reses tersebut diketahui bahwa laporan tersebut tidak memuat tempat pelaksanaan kegiatan secara jelas, jumlah konstituen dan daftar hadir peserta kegiatan, serta foto-foto kegiatan.
Atas ketidaklengkapan laporan tersebut, Tim BPK RI telah meminta pihak Sekretariat DPRD untuk melengkapi datadata kegiatan tersebut, namun sampai dengan tanggal 10 Januari 2011 pihak Sekretariat Dewan tidak dapat menyerahkan kelengkapan laporan tersebut.
Berdasarkan hasil konfirmasi Tim BPK RI dengan Lurah, Camat, dan Sekretaris Camat pada beberapa kecamatan/kelurahan yang berada di wilayah kota Medan diketahui bahwa selama tahun 2010, kelurahan/kecamatan tersebut tidak pernah melakukan koordinasi terkait kegiatan reses untuk anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Pemeriksaan secara uji petik atas buku surat masuk pada enam kecamatan dan satu kelurahan tersebut juga menunjukkan tidak pernah ada surat pemberitahuan mengenai akan diadakannya kegiatan reses dimaksud. Kegiatan yang ada hanya berupa undangan kepada Camat untuk menghadiri acara pertemuan dengan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan di kantor Walikota Medan.
Sedangkan di beberapa kecamatan yang dilakukan pemeriksaan secara uji petik juga diketahui, bahwa belum pernah ada kegiatan maupun laporan mengenai kegiatan reses yang menghadirkan masyarakat pada kecamatan-kecamatan tersebut.
Dari hasil pemeriksaan terhadap bukti-bukti pertanggungjawaban diketahui bahwa penyedia jasa yang digunakan tidak dapat diyakini keberadaannya karena tidak terdapat alamat lengkap seperti nomor dan alamat/identitas lain selayaknya perusahaan penyedia jasa. Terdapat kuitansi-kuitansi pembayaran terhadap penyedia jasa yang tidak mencantumkan nama dan cap penyedia atau tidak ditandatangani sebesar Rp25, 987 juta. Terdapat kuitansi yang dicap dua kali dengan nama penyedia jasa yang berbeda pada satu kuitansi sebesar Rp13,63 juta.
Hasil penelusuran BPK dan konfirmasi kepada dua penyedia jasa yang tertera pada kuitansi pembayaran diketahui bahwa terdapat dua penyedia jasa yang digunakan untuk melengkapi bukti pertanggungjawaban namun menyatakan tidak pernah menyediakan jasa untuk keperluan reses anggota DPRD Dapem I Kota Medan, yaitu, pertama, persewaan teratak dan alat pesta Embun Sari di Jalan Sei Serayu Medan.
Perusahaan tersebut telah tutup sejak awal tahun 2010 dan menyatakan tidak pernah menyewakan tenda/teratak kepada DPRD SU dan diketahui bahwa cap yang digunakan persewaan Embun Sari berbeda dengan cap yang dibubuhkan pada kuitansi pembayaran.
Kedua, penyedia jasa konsumsi Rizka Catering di Jalan STM Ujung Medan. Perusahaan tersebut menyatakan tidak pernah menyediakan catering untuk kegiatan reses DPRD provinsi dan diketahui bahwa cap milik Rizka Catering berbeda dengan cap pada kuitansi pembayaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa SPJ kegiatan sebesar Rp913.369.250,00 diduga direkayasa dengan mengatasnamakan penyedia jasa tersebut.
Ketiga, terdapat penyedia jasa yang berada di wilayah kota Medan tidak dapat ditelusuri dan diyakini keberadaannya, yaitu Penyedia jasa Harahap, Riko, Lenny, Utami Catering, Fablo Keyboard dan Fans. Selain itu, untuk penyedia jasa yang digunakan oleh Anggota DPRD Dapem selain Dapem I Kota Medan juga tidak dapat ditelusuri karena tidak mencantumkan alamat yang lengkap. Atas hal ini, terdapat belanja pada kegiatan reses I, II, dan III yang tidak dapat diyakini kebenarannya sebesar Rp4.297.364.500,00.
Sumber : JPNN.com, Rabu 5 Oktober 2011