BPK Bisa Usulkan Cabut Remunerasi

-Jakarta-

Pemberian remunerasi bagi PNS disinyalir tidak berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas dan pencegahan korupsi di birokrasi. Untuk itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa memberikan rekomendasi pencabutan remunerasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB), bagi kementerian/lembaga yang terungkap adanya tindak pidana korupsi pada instansi tersebut.

Menurut Auditor Utama BPK, Widodo Hario, hal itu bisa dilakukan namun butuh proses. “Nantinya hanya berupa rekomendasi ke Kementerian PAN,” tambahnya. Ia melanjutkan, opini wajar tanpa pengecualian (WTP) laporan keuangan kementerian/lembaga bukanlah suatu jaminan bebas dari tindak pidana korupsi. “Karena audit tidak ditujukan untuk menemukan korupsi,” ujarnya. Wakil Kepala BPK Hasan Bisri menambahkan, revisi terhadap suatu opini laporan keuangan K/L bukanlah suatu hal yang tidak mungkin.

“Tapi kita cermati dulu persoalannya bagaimana. Kita akan lakukan revisi kalau itu (temuan indikasi korupsi) berpengaruh langsung terhadap kinerja entitas (K/L),” tuturnya. Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar menyatakan pemerintah telah menyiapkan Rp 22 triliun untuk program remunerasi pegawai negeri sipil. “Rp 22 triliun untuk 76 kementerian atau lembaga,” ujar Azwar. Hasil penilaian tersebut akan berpengaruh pada remunerasi yang diterima para PNS.

Azwar menjelaskan, tahun ini kementeriannya mengundang 40 kementerian/lembaga dalam sistem PMPRB online dan melibatkan 99 instansi pemerintah di tingkat daerah untuk pilot project. Sebelumnya, 36 kementerian/lembaga sudah melaksanakan sistem reformasi birokrasi terhitung sejak 2008. Namun, 36 kementerian/lembaga itu masih menggunakan sistem lama–yang nantinya juga akan beralih ke sistem PMPRB online. Dengan sistem online, Azwar mengatakan, semua instansi bisa menilai faktor-faktor yang perlu diperbaiki.

Azwar mengungkapkan masyarakat bisa mengakses penilaian tersebut. Namun Azwar menuturkan belum ada teknis konkret untuk masyarakat yang ingin mengakses penilaian itu.  Remunerasi, kata Azwar, hanyalah ujung dari penilaian tersebut. Menurut Azwar, yang terpenting dalam penilaian itu adalah nilai perubahan. Ia menjelaskan seluruh kementerian/lembaga harus mengaplikasikan sistem penilaian online tersebut yang nantinya menjadi one-single tool. Tanpa sistem itu, kata Azwar, Kemenpan tidak bisa memberikan penilaian.

Sumber : indopos.co.id, 6 Agustus 2012