-Medan-
BPK RI Perwakilan Medan menemukan anggaran tahun 2010 sebesar Rp2,4 miliar yang tak bisa dipertanggungjawabkan di Kesbanglinmas Pemprovsu.
Rinciannya Rp1,7 miliar merupakan sisa usaha yang harus disetorkan (UYHD), sisanya Rp700 juta pajak yang telah dikutip namun belum di-setorkan ke kas Negara. “Bahkan uang itu dipergunakan untuk ke-perluan lain di luar ketentuan,” ujar Kepala BPK RI Perwakilan Medan Ootjhuziat, pada paripurna penyerahan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah Pemprovsu tahun anggaran 2010 kepada DPRD Sumut, Senin (6/6).
Disebutkan, meski BPK tahun 2010 ini memberi penilaiannya wajar dengan pengecualian, namun kualitas pengelolaan anggaran di 2010 ini justru menurun. “Tahun 2010 laporan keuangan pemerintah provinsi Sumatera Utara meski mendapatkan opini yang sama dengan tahun lalu yaitu wajar dengan pengecualian, namun secara umum justru mengalami penurunan dalam pengelolaannya,”sebutnya.
Selain itu BPK juga menemukan piutang lainnya tahun 2010 dan tahun 2009 sebesar Rp4 miliar. Piutang itu merupakan tunjangan insentif kepada anggota DPRD periode 2004-2009 yang telah dipungut bendahara sekretariat DPRD yang tidak dicatat dalam buku kas serta tidak disetorkan ke kas daerah. Uang tersebut katanya, dalam penguasaan mantan Sekretaris DPRD dan telah digunakan untuk keperluan lain di luar ketentuan. Jika uang tersebut disetorkan ke kas daerah maka nilai piutang per 31 Desember 2010 akan menjadi Rp1,3 miliar.
Untuk diketahui terkait tunjangan komunikasi intensif kepada anggota dewan ini merupakan tunjangan yang telah diambil anggota dewan sesuai dengan peraturan peme-rintah. Namun belakangan tunjangan tersebut harus dikembalikan anggota dewan ke kas negara dengan cara mencicil lewat memotong tunjangan anggota dewan.
Plt Gubernur Sumut Gatot menyebutkan hal tersebut akan menjadi cambuk bagi jajarannya. Temuan-temuan tersebut nantinya akan menindaklanjuti.
Biro Kapwat Latah
Hal lain, Pemprovsu juga dinilai latah. Ini merujuk pada Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Aset pada APBD 2011 memprogramkan belanja perjalanan dinas ke luar negeri dengan satu paket perjalanan senilai Rp 75 juta.
Direktur Lembaga Studi Kebijakan dan advokasi (eLsaka), Pendi Panjaitan menilai program tersebut terlalu di-paksakan. Bahkan pengajuan anggaran ini sebagai sikap “latah” dari Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) terkait.
“Terlalu dipaksakan. Ini latah-latahan institusi,”kata Pendi dalam kesempatan yang sama mempertanyakan urgensi dari perjalanan dinas keluar negeri tersebut.
“Kita mempertanyakan ini. Nggak pas rasanya dan terlalu dipaksakan,”katanya seraya menambahkan, belanja perjalanan dinas ini masih memungkinkan untuk melakukan kegiatan di dalam negeri.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Sumut Tahan M Panggabean menyebutkan belum mengetahui adanya rencana perjalanan dinas ke luar negeri. “Nggak tau saya ada perjalanan luar negeri. Nanti di cek dulu ya,” kata politisi Partai Demokrat ini.
Meski demikian jika belanja perjalanan dinas ini ditampung dalam APBD, Tahan juga mempertanyakan urgensi dari program tersebut. “Kita akan pertanyakan urusannya ke sana,” katanya.
Sementara Sekretaris Eksekutif Fitra, Elfenda Ananda, secara terpisah memperta-nyakan urgensi dari belanja perjalanan dinas ini. Bahkan menurutnya, belanja perjalanan dinas ini perlu dievaluasi.
Menurut Elfenda, belanja tersebut jika tidak memiliki urgensi, sangat rentan dengan pemborosan anggaran. Karena anggaran seperti ini seharsnya dibelanjakan kepada masya-rakat. Semisal ke daerah untuk kesehatan. Bahkan belanja perjalanan dinas ini, masih memungkinkan untuk diefesiensikan. Semisal dengan mengundang pakar-pakar dari aspek yang dicari.
Kepala Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Asset Pem-provsu, Bondaharo menyebut-kan program perjalanan dinas tersebut belum direalisasikan. Namun direncanakan belanja perjalanan Dinas ke Pinang Malaysia untuk melihat wisma yang menjadi asset milik Pem-provsu. “Belanja Rp 75 juta tersebut belum tentu seluruhnya habis. Karena besaran ter-sebut merupakan pagu anggaran-nya,” katanya.
Sumber : Jurnal Medan, Selasa 7 Juni 2011