-Medan-
Hasil audit Badan Pemeriksa Keungan (BPK) menemukan sekira Rp1,7 miliar anggaran reses anggota DPRD Medan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak bisa dipertanggungjawabkan secara adminitrasi. Hingga akhirnya diminta kepada 47 anggota DPRD Medan dari 50 orang untuk mengembalikan uang tersebut ke kas negara. Rata-rata aggota DPRD Medan mengembalikan uang reses ke kas Pemko Medan sekira Rp35 hingga Rp40juta perorang yang dipakai pada tahun anggaran 2011.
Temuan BPK, laporan penggunaan dana reses ke 47 anggota dewan itu dinilai tidak sesuai nomenklatur, dan diindikasi tidak ada aktifitas reses.
Wakil Ketua DPRD Medan Ikrimah Hamidy, dikonfirmasi wartawan, Selasa (12/6) di gedung dewan menjelaskan, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disampaikan BPK-RI Perwakilan Sumut ke DPRD Medan pada Jumat (8/6), disebutkan ada dugaan penggunaan uang yang tidak sesuai dengan pertanggungjawaban yang disampaikan DPRD Medan ke BPK.
Namun, lanjut Ikrimah Hamidy, 47 anggota dewan itu sudah mengembalikan dana reses ke kas negara sesuai hasil temuan BPK tersebut.
Ikrimah berkilah dengan menyebutkan semua itu murni kesalahan administratif. Kata dia, saat reses para anggota dewan tidak didampingi staf yang bisa menyiapkan laporan dengan baik.
“Sehingga ketika diminta mempertanggungjawaban keuangannya itu, si anggota dewan kesulitan untuk menyiapkannya,” kata Ikrimah.
Ditanya mengapa mengembalikan dana reses jika memang benar-benar reses, Ikrimah menyebutkan yang menjadi persoalan adalah laporan anggota dewan tidak bisa diterima oleh BPK.
“Contohnya, plafon uang makan, uang sewa tenda, kursi dan lainnya. Namun ternyata di lapangan sangat sulit dikendalikan pengeluaran dana reses tersebut,” ujar Ikrimah.
Beragam
Persoalan lain, ujarnya, saat bertemu masyarakat dalam reses, permintaan yang diajukan masyarakat beragam, sehingga uang mengalir tak tentu arah sehingga tidak tercatat dengan baik. “Misal, warga minta dibelikan mikrofon oleh anggota dewan yang reses. Pembelian mikrofon ternyata tidak masuk dalam nomenklatur” ujarnya.
Kata Ikrimah, BPK memberikan kesempatan bagi DPRD Medan selama 60 hari untuk meyakinkan Pemko Medan selaku penyalur dana kalau anggota dewan benar-benar melakukan reses. Namun dikhawatirkan LHP BPK itu justru tidak akan bisa diubah.
Akhirnya, kata Ikrimah, anggota dewan lebih memilih untuk mengembalikan dana reses itu.
“Sudahlah, ketimbang capek kita di kemudian hari, lebih baik kembalikan saja dana itu. Sebab, seperti peristiwa lain, dikhawatirkan anggota dewan terus-menerus berurusan dengan hukum,” ujar Ikrimah Hamidy.
Terpisah, Humas BPK Provinsi Sumut, Mikael Togatorop dikonfirmasi sekaitan dengan permasalahan tersebut, mengatakan, permasalahan dengan uang perjalanan dinas sebesar Rp 900 juta dan reses Rp 1,7 miliar sudah dikembalikan ke Kas Pemko Medan. Dikatakan Mikael, terkait permasalahan tersebut tidak ada masalah lagi bagi BPK. “Karena sudah dikembalikan maka tidak ada masalah lagi dengan BPK,” ungkapnya.
Sumber : analisadaily.com, 13 Juni 2012
Temuan BPK, laporan penggunaan dana reses ke 47 anggota dewan itu dinilai tidak sesuai nomenklatur, dan diindikasi tidak ada aktifitas reses.
Wakil Ketua DPRD Medan Ikrimah Hamidy, dikonfirmasi wartawan, Selasa (12/6) di gedung dewan menjelaskan, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disampaikan BPK-RI Perwakilan Sumut ke DPRD Medan pada Jumat (8/6), disebutkan ada dugaan penggunaan uang yang tidak sesuai dengan pertanggungjawaban yang disampaikan DPRD Medan ke BPK.
Namun, lanjut Ikrimah Hamidy, 47 anggota dewan itu sudah mengembalikan dana reses ke kas negara sesuai hasil temuan BPK tersebut.
Ikrimah berkilah dengan menyebutkan semua itu murni kesalahan administratif. Kata dia, saat reses para anggota dewan tidak didampingi staf yang bisa menyiapkan laporan dengan baik.
“Sehingga ketika diminta mempertanggungjawaban keuangannya itu, si anggota dewan kesulitan untuk menyiapkannya,” kata Ikrimah.
Ditanya mengapa mengembalikan dana reses jika memang benar-benar reses, Ikrimah menyebutkan yang menjadi persoalan adalah laporan anggota dewan tidak bisa diterima oleh BPK.
“Contohnya, plafon uang makan, uang sewa tenda, kursi dan lainnya. Namun ternyata di lapangan sangat sulit dikendalikan pengeluaran dana reses tersebut,” ujar Ikrimah.
Beragam
Persoalan lain, ujarnya, saat bertemu masyarakat dalam reses, permintaan yang diajukan masyarakat beragam, sehingga uang mengalir tak tentu arah sehingga tidak tercatat dengan baik. “Misal, warga minta dibelikan mikrofon oleh anggota dewan yang reses. Pembelian mikrofon ternyata tidak masuk dalam nomenklatur” ujarnya.
Kata Ikrimah, BPK memberikan kesempatan bagi DPRD Medan selama 60 hari untuk meyakinkan Pemko Medan selaku penyalur dana kalau anggota dewan benar-benar melakukan reses. Namun dikhawatirkan LHP BPK itu justru tidak akan bisa diubah.
Akhirnya, kata Ikrimah, anggota dewan lebih memilih untuk mengembalikan dana reses itu.
“Sudahlah, ketimbang capek kita di kemudian hari, lebih baik kembalikan saja dana itu. Sebab, seperti peristiwa lain, dikhawatirkan anggota dewan terus-menerus berurusan dengan hukum,” ujar Ikrimah Hamidy.
Terpisah, Humas BPK Provinsi Sumut, Mikael Togatorop dikonfirmasi sekaitan dengan permasalahan tersebut, mengatakan, permasalahan dengan uang perjalanan dinas sebesar Rp 900 juta dan reses Rp 1,7 miliar sudah dikembalikan ke Kas Pemko Medan. Dikatakan Mikael, terkait permasalahan tersebut tidak ada masalah lagi bagi BPK. “Karena sudah dikembalikan maka tidak ada masalah lagi dengan BPK,” ungkapnya.