Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo menegaskan pentingnya membuat suatu sistem untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas. “Jangan bicara kasus. Mebicarakan kasus itu tidak menyelesaikan masalah. Mari kita pentingkan sistem. Sistem ini menguji kepatuhan peraturan perundang-undangan, sedangkan kasus menguji pelaksanaan peraturan perundang-undangan, yang ditimbulkan hanya single effect,” ujarnya dalam Dialog Terbuka bertema Peran BPK dalam Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara Melalui Sistem Informasi, yang berlangsung di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, 21 Mei 2013.
Terkait dengan pentingnya sistem, BPK mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas melalui sistem monitoring. Menurut Ketua BPK, tidak adanya monitoring dapat menumbuhkan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). “Mampukah BPK mewujudkan pemerintahan yang benar-benar transparan dan bisa dipertanggungjawabkan? Munculnya KKN akibat adanya niat dan kesempatan. Karena monitoring kita lemah, maka dapat terjadilah KKN,” paparnya.
Supaya monitor kuat, harus ada dasar hukum, sinergi, dan konsisten. Pasal 10 UU No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, menjadi dasar hukum atas berlangsungnya monitoring. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa BPK berwenang untuk meminta data/dokumen kepada pengelola dan penanggung jawab keuangan negara. Payung hukum ini memungkinkan terjadinya sinergi.
“Kita harus bersilaturahim. Masing-masing APBN/APBD pasti memiliki anggaran TI. Output dari anggaran itu akan disatukan di pusat data Indonesia, yang disebut Sinergi Nasional Sistem Informasi, yaitu bagaimana menyatukan Indonesia dalam sistem,” jelas Ketua BPK di hadapan 250 peserta Dialog Terbuka yang terdiri dari mahasiswa pascasarjana USU maupun universitas lain di wilayah Medan, pemda provinsi dan kota, pers, serta pejabat di lingkungan BPK RI.
Hal ketiga untuk mendukung kuatnya monitoring adalah konsisten. Meskipun BPK memiliki kewenangan untuk menarik data, BPK melakukan penandatanganan kesepakatan kerjasama dengan para stakeholders. “Kalau ketiganya baik dan berjalan, maka akan terwujud transparansi dan akuntabilitas. Orang akan terpaksa untuk patuh. Kalau sudah transparan dan akuntabel, akan ada kepastian hukum, lalu KKN akan hilang secara sistemik,” tambahnya.
Moderator pada dialog terbuka adalah Sekretaris Jenderal BPK, Hendar Ristriawan, dan dihadiri juga oleh Auditor Utama KN V BPK, Heru Kreshna Reza, Plt. Walikota Medan, Dzulmi Eldin, Kepala Biro Humas dan Luar Negeri BPK, Bahtiar Arif, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sumatera Utara, Muktini, serta civitas akademika di lingkungan USU.
Menurut Sekretaris Jenderal BPK, universitas adalah pusat ilmu pengetahuan dan terkenal dengan kritik, saran, dan masukan yang tajam. “Kami hadir untuk menjelaskan peran BPK RI dan berharap mendapat masukan bagi perkembangan BPK RI ke depan dalam menjalankan peran dan tugasnya,” ungkap Hendar Ristriawan.
Dalam sambutannya, Rektor USU Syahril Pasaribu mengapresiasi partisipasi BPK dalam menyelenggarakan Dialog Terbuka ini, sebagai forum untuk memperoleh pemahaman atas peran dan tugas BPK dalam mendorong pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang baik, bersih, transparan, dan akuntabel.