Pelaporan Keuangan Harus Bersih dan Terbuka
-Medan-
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berharap lembaga pemerintah daerah di Sumatera Utara memberikan laporan keuangan yang bersih dan terbuka demi mewujudkan good government.
Kalangan Pemerintah Daerah, khususnya di Sumut, masih sering menganggap BPK sebagai lembaga yang menakutkan. Banyak pihak, terutama di kalangan pejabat pemerintah daerah, keberatan dengan kehadiran auditor ekternal pemerintah itu.
“Mereka masih merasa terganggu, padahal itu (pemeriksaaan keuangan secara eksternal) sangat di butuhkan. Sebab, pemeriksa eksternal lebih objektif di bandingkan pemeriksa internal,” ujar Kepala BPK Perwakilan Sumatra Utara Widodo Prasetyo Hadi pada acara diskusi tentang Undang undang (UU) BPK dengan wartawan di Medan kemarin.
Setidaknya, menurut Widodo, pemeriksaan eksternal, keuangan negara atau daerah masih sering disikapi sebagai keterpaksaan untuk mengikuti ketentuan. Dalam menjalankan pemerintahan yang bersih, di mana kepatuhan pada aturan, keterbukaan, dan akuntabilitas merupakan pilar-pilar penting.
Pemeriksaan merupakan kebutuhan manajemen. Pemeriksaan akan disikapi sebagai beban apabila manajemen tidak menyadari arti penting pemerintahan yang bersih, hanya dinilai mencari-cari kesalahan, tidak ada kepastian hukum atas tindak lanjut hasil pemeriksaan dan tidak memberi nilai tambah bagi lembaga yang di periksa. Namun, pemeriksaan akan di mulai sebagai kebutuhan jika penilaian itu di pandang sebaliknya.”Karena itu, BPK harus bisa memberi manfaat dalam perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,” tandasnya.
Tidak mengherankan jika sampai saat ini belum ada laporaan keuangan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi di Sumut yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian. Wajar tanpa pengecualian adalah opini tertinggi yang di berikan BPK terhadap lapoaran keuangan pemerintah.
Opini tertinggi adalah wajar dalam pengecualian, seperti yang di dapat Pemerintah Provinsi Sumut (pemprovsu) tahun ini. Menurut Widodo, buruknya laporan keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari kinerja pengawas internal seperti Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) yang belum maksimal. Selama ini, BPK sering mendapat laporan dari bawasda mengenai indikasi penyimpangan keuangan daerah. Namun, laporan yang di berikan bawasda sering tidak kuat dan kurang informatif.
“Kami bisa menilai kinerja Bawasda baik kalau pekerjaan BPK sedikit. Kalau uangnya masih bermasalah, bisa dikatakan bawasda belum maksimal,” tandasnya.
Staf Ahli BPK Soepomo beberapa waktu lalu menegaskan, buruknya laporan keuangan pemerintah daerah banyak di sebabkan ketidakpahaman aparatur dalam mengelola keuangan. Kondisi ini menyebabkan banyaknya pelanggaran yang terjadi dalam pengelolaan keuangan daerah.
Sumber : Seputar Indonesia, Rabu – 1 Juli 2009