– Medan –
Pengerjaan proyek-proyek infrastruktur dan proyek pembangunan lainnya di Provinsi Sumut yang dananya bersumber dari APBD 2013 dengan modus mengurangi volume pekerjaan masih saja terjadi.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan modus lama penyimpangan proyek itu di banyak proyek, khususnya yang ditenderkan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu).
“Misalnya aturan panjang jalan 1 km, namun jadi 900 meter. Bisa juga materialnya dikurangi walaupun panjangnya sesuai. Hasil pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang di dalam kontrak,” ujar Kepala BPK RI Perwakilan Sumut, Muktini, kepada wartawan, di kantornya Jalan Imam Bonjol Medan, Rabu (29/1).
Ditemui usai penyerahan beberapa laporan hasil pemeriksaan kepada sejumlah pemerintah daerah, Muktini mengatakan bahwa tindakan penyimpangan itu berpotensi besar merugikan keuangan negara, dalam hal ini Pemprovsu.
Muktini mengatakan, dalam penyerahan hasil pengerjaan proyek oleh kontraktor kepada pemerintah, harusnya dilakukan pengukuran ulang. “Ini mungkin dibuat berita acaranya sudah sesuai dengan kontrak, tapi tidak mencerminkan fakta di lapangan,” katanya.
Untuk itu, kata Muktini, BPK dalam penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada medio Januari 2014 kemarin kepada Pemprovsu yang waktu itu diterima Wakil Gubsu, telah merekomendasikan agar temuan penyimpangan seperti ini ditindaklanjuti Pemprovsu. Adapun isi rekomendasi itu a.l. adalah memeriksa ke lapangan sejauh mana kekurangan pekerjaan proyek. “Ini untuk tujuan agar keuntungan yang dinikmati dari pengurangan volume itu untuk dikembalikan ke negara,” ujarnya.
Wagubsu Tengku Erry Nuradi mengatakan akan segera menindaklanjuti poin-poin yang direkomendasikan BPK, termasuk juga soal berkurangnya volume pekerjaan proyek-proyek. “Kita tentunya tidak anggap enteng dengan hal itu. Namun segera akan menindaklanjutinya,” ujarnya.
Secara terpisah, Pelaksana Ketua Umum BPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Sumut, TM Pardede menilai kebenaran pendapat BPK tersebut harus diperkuat dengan bukti-buki akurat kebenarannya. “Jangan bisanya meminta kontraktor mengembalikan uang negara. Tetapi penilaian harus riil, tunjukkanlah mana dia yang volumenya berkurang itu,” kata Pardede, yang juga Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) Sumut itu.
Menurutnya, perkembangan penyelesaian pekerjaan, telah diawasi konsultan dan pengawas secara periodik. Kemudian proses akhir dari pengerjaan proyek adalah dengan adanya pemeriksaan akhir dari panitia pemeriksa tentang kualitas mutu dan volume. “Kemudian setelah itu, dibuatkan berita acara dan diserahkan kepada pengguna jasa atau pemerintah. Bahwa kemudian pekerjaan itu sudah siap diperiksa, artinya sudah tidak ada masalah. Itu logikanya,” sebutnya.
Persoalan kemudian hari ada kekurangan volumenya yang dikuatkan dengan bukti-bukti akurat, berarti ada yang tidak beres. “Siapapun itu silahkan dihukum. Saya pun kalau ada anggota kami mengurangi volume, jelas kita jatuhkan sanksi sesuai ketentuan di kami,” sebutnya.
Namun di sisi lain, Pardede menyarankan agar Pemprovsu juga transparan kalau pengurangan volume itu terjadi karena kebijakan menyusul adanya kekurangan dana atau faktor lainnya. “Sebab hingga sekarang, proyek dari sumber dana BDB dan DBH belum cair walau sudah siap dikerjakan. Jadi periksa dulu apakah ada anjuran dari Pemprovsu agar volume dikurangi. Kami minta agar kita transparanlah,” tukas Pardede.
Sumber : medanbisnisdaily.com, 30 Januari 2014